Kamis, 27 Desember 2012

SERTIFIKASI BENIH


PENDAHULUAN

Tentang riwayat sertifikasi benih  ini menurut COPELAND (vide “Principles Of Seed Sciences and Technology”, 1997) bermula dengan dibentuknya di Swedia yaitu perkumpulan yang disebut Sweedisch Associate (tahun 1888). Tujuan perkumpulan ini untuk memproduksi dan mengembangkan benih-benih tanaman dengan mutu yang baik bagi pemakaian di Negara tersebut. Kemudian ditingkatkan bagi pemakaian di beberapa Negara lainnya. Kenyataan adanya usaha demikaian di Negara tersebut melahirkan : (a) Balai Penelitian Seleksi Tanaman, (b) Organisasi Penyebaran Benih, serta (c) Balai Pengujian Benih, yang selanjutnya terjadi suatu penggabungan dan melahirkan program Sertifikasi Benih.
Di Indonesia, pada zaman pemerintah Hindia Belanda tahun 1920 telah mulai adanya perhatian terhadap soal perbenihan dan meningkatkan perbaikan cara-cara bercocok tanam usaha-usahanya diarahkan kepada pengadaan benih yang kemudian di ikuti dengan pendirian lumbung-lumbung benih untuk menyediakan benih bagi para petani. Pada tahun 1930 kegiatannya meningkat yaitu dengan dibangunnya balai benih (khususnya di Jawa). Balai Benih ini berfungsi sebagai sumber benih yang agak lebih baik mutunya dan secara terus-menerus dapat memenuhi kebutuhan para petani. Suatu cara yang sangat disayangkan ketika itu ialah tentang pendistribusiannya tertuju pada basis yang tidak efisien, sehingga terjadi kontaminasi yang terasa kurang manfaatnya. Sebab sebagian  besar para petani yang produkstif tidak mendapatkannya.
Setelah Indonesia berhasil merebut kemerdekaaanya, dengan masuknya Indonesia menjadi anggota FAO (1952) sejak itu mulai dilaksanakan suatu pola produksi dan penyebaran benih yang lebih terarah. Pada saat ini benih dibagi dalam 3 golongan, yaitu : (a) Benih Dasar  (Foundation Seed) yang dihasilkan dan disebarkan oleh LP3; (b) Benih Pokok  (stock Seed) dihasilkan dan disebarkan  oleh Balai-Balai benih; (c) Benih Sebar (Extension Seed) dihasilkan dan disebarkan oleh kebun-kebun Benih desa atau oleh Petani Penangkar Benih.
SERTIFIKASI BENIH
Sertifikasi benih adalah suatu sistem atau mekanisme pengujian benih berkala untuk mengarahkan, mengendalikan, dan mengorganisasi perbanyakan dan produksi benih (Subarudi, 2000). Sertifikasi benih merupakan sistem bersanksi resmi untuk perbanyakan dan produksi benih yang terkontrol. Tujuannya adalah untuk memelihara dan menyediakan benih serta bahan perbanyakan tanaman bermutu tinggi dari varietas berdaya hasil tinggi bagi masyarakat sehingga dapat ditanam dan didistribusikan dengan identitas genetik yang terjamin. Dengan kata lain, tujuan sertifikasi benih adalah untuk memberikan jaminan bagi pembeli benih (petani atau penangkar benih) tentang beberapa aspek mutu yang penting, yang tidak dapat ditentukan dengan segera, dengan hanya memeriksa benihnya saja.
Penerimaan manfaat dari sertifikasi benih adalah perkembangan pertanian karena sistem dan program sertifikasi benih yang efektif memungkinkan benih bermutu tinggi tersedia bagi petani. Pedagang benih memperoleh manfaat karena benih yang disertifikasi merupakan sumber pasokan benih yang otentik dan tinggi mutunya. Produsen benih memperoleh manfaat karena sertifikasi benih memungkinkan tersedianya program pengendalian mutu yang ketat, yang lazimnya di luar kemampuannya. Petani memperoleh manfaat karena dapat mengharapkan bahwa benih bersertifikat yang dibelinya akan memiliki sifat-sifat varietas yang diinginkan (Mugnisjah,1995).
A.    Syarat – syarat sertifikasi Benih
Syarat-syarat sertifikasi Benih adalah sebagai berikut (Anonim, 2011) :
            1.      Permohonan/Pendaftaran Sertifikasi
Permohonan sertifikasi dapat dilakukan oleh perorangan atau badan hukum yang bermaksud memproduksi benih bersertifikat, ditujukan kepada Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih. Permohonan sertifikasi hanya dapat dilakukan oleh penangkar benih yang telah memenuhi persyaratan yang telah ditentukan


             2.      Sumber Benih
Benih yang akan ditanam untuk menghasilkan benih bersertifikat harus berasal dari kelas benih yang lebih tinggi tingkatannya, misalnya untuk menghasilkan benih sebar harus ditanam benih pokok, oleh sebab itu benih yang akan ditanam harus bersertifikat/berlabel.
             3.      Varietas
Varietas benih yang dapat disertifikasi, yaitu varietas benih yang telah ditetapkan sebagai varietas unggulan dan telah dilepas oleh Menteri Pertanian serta dapat disertifikasi.
            4.      Areal Sertifikasi
Tanah/Lahan yang akan dipergunakan untuk memproduksi benih bersertifikat harus memenuhi persyaratan sesuai dengan komoditi yang akan diproduksi, karena tiap-tiap komoditi memerlukan persyaratan sejarah lapang yang berbeda. Adapun persyaratan areal tersebut diantaranya : Letak dan batas areal jelas, satu blok untuk satu varietas dan satu kelas benih. Sejarah lapangan : Bera, Bekas tanaman lain, Bekas varietas yang sama dengan kelas benih yang lebih tinggi, atau bekas varietas lain tetapi mudah dibedakan. Luas areal diarahkan minimal 5 Ha (BR) mengelompok. Syarat areal bekas tanaman padi yang dapat dijadikan areal sertifikasi.
            5.      Isolasi
Isolasi dalam sertifikasi terbagi dalam 2 bagian yaitu :
a.       Isolasi Jarak
Isolasi jarak antara areal penangkaran dengan areal bukan penangkaran minimal 3 meter, ini bertujuan untuk menjaga agar varietas dalam areal penangkaran tidak tercampur oleh varietas lain dari areal sekitarnya.
b.      Isolasi Waktu
Isolasi waktu kurang lebih 30 hari (selisih berbunga) , ini bertujuan agar tidak terjadi penyerbukan silang pada saat berbunga antara varietas pengakaran dengan varietas disekitarnya.
            6.      Pemeriksaan Lapangan
Guna menilai apakah hasil benih dari pertanaman tersebut memenuhi standar benih bersertifikat, maka diadakan pemeriksan lapangan oleh pengawas benih. Pemeriksaan lapangan dilakukan secara bertahap yang meliputi Pemeriksaan Lapangan Pendahuluan (paling lambat saat tanam), Pemeriksaan Lapangan Ke I (fase Vegetatif), ke II (fase generatif), dan Pemeriksaan Lapangan Ke III (menjelang panen).
            7.      Peralatan Panen dan Perosesing Benih
Peralatan/perlengakapan yang digunakan untuk panen dan prosesing harus bersih terutama dari jenis atau varietas yang tidak sama dengan yang akan diproses/dipanen. Untuk menjamin kebersihan ini harus diadakan pemeriksaan sebelum penggunaannya, misalnya ; Combine, Prosessing Plant, ataupun wadah benih lainnya.
            8.      Uji Laboratorium
Untuk mengetahui mutu benih yang dihasilkan setelah dinyatakan lulus lapangan maka perlu diuji mutunya di laboratorium oleh analis benih, yang meliputi uji kadar air, kemurnian, kotoran benih, campuran varietas lain, benih tanaman lain, dan daya tumbuh.
           9.      Label dan Segel
Dalam ketentuan yang sudah ditetapkan juga tercantum bahwa proses sertifikasi dinyatakan selesai apabila benih telah dipasang label dan disegel. Label yang digunakan pemasangannya diawasi oleh petugas Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih serta warna label disesuaikan  dengan kelas benih yang dihasilkan.
B.     Kegiatan Proses Sertifikasi Benih
Adapun kegiatan-kegiatan dalam proses sertifikasi benih yaitu check plot, pemeriksaan lapang pendahuluan, pemeriksaan lapang fase vegetatif, pemeriksaan lapang fase berbunga/generatif, pemeriksaan lapang fase menjelang panen, pengambilan contoh benih, dan pemeriksaan alat panen dan pengolahan (Anonim, 2011).
      1.      Check Plot
Check plot/perbandingan tanaman adalah suatu kegiatan percobaan lapangan untuk membandingkan hasil pengujian di laboratorium dengan kenampakan fisik tanaman di lapangan, dalam rangka menunjang operasional sertifikasi benih, khususnya yang berkaitan dengan campuran varietas lain. Kegiatan ini dapat dijadikan sebagai pembanding terhadap areal sertifikasi .
      2.      Pemeriksaan Lapang Pendahuluan
Pemeriksaan lapang pendahuluan dilakukan bertujuan untuk mengetahui kebenaran yang ada pada formulir permohonan dengan data di lapangan. Pemeriksaan lapang pendahuluan dilakukan sebelum lahan penanaman digunakan. Produsen benih terlebih dahulu mengajukan permohonan pemeriksaan lapang untuk sertifikasi benih, diajukan paling lambat satu minggu sebelum pelaksanaan pemeriksaan lapang. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan lapang pendahuluan yaitu kebenaran nama dan alamat penangkar, kebenaran letak dan situasi areal sertifikasi, kebenaran sumber benih, sejarah lahan, isolasi jarak dan waktu, serta kebenaran batas-batas areal sesuai dengan data lapangan yang terlampir.
Pada kegiatan ini, petugas BPSB melakukan pemeriksaan secara global yaitu dengan cara mengelilingi areal pertanaman untuk memeriksa kebenaran isolasi jarak atau waktu sehingga dapat mempertahankan benih agar tidak tercampur dengan varietas lain. Setelah dilakukan pemeriksaan global, tahap selanjutnya yaitu melakukan penyesuaian antara keterangan areal pada surat permohonan dengan kondisi lapang.
      3.      Pemeriksaan Lapang Fase Vegetatif
Pemeriksaan lapang fase vegetatif dapat dilaksanakan setelah menunjukkan bukti kelulusan pemeriksaan lapang pendahuluan. Pemeriksaan lapang ini bertujuan untuk memeriksa kebenaran varietas pertanaman dengan membandingkan karakteristik tanaman produksi di lapang dengan deskripsi tanaman yang sebenarnya. Pemeriksaan lapang ini dilakukan dengan mengelilingi areal untuk melihat isolasi jarak, isolasi waktu, dan keadaan tanaman. Selain itu, kesehatan tanaman juga perlu diperhatikan. Selanjutnya menentukan petak contoh tanaman secara acak untuk dilakukan pemeriksaan.
      4.      Pemeriksaan Lapang Fase Berbunga/Generatif
Pemeriksaan lapang fase berbunga/generatif dilaksanakan apabila pemeriksaan lapang fase vagetatif dinyatakan lulus. Tujuan dari pemeriksaan lapang ini adalah untuk mempertahankan mutu genetik dengan cara memeriksa CVL dan tipe simpang yang dapat menurunkan kemurnian suatu varietas.
Pemeriksaan lapang ini dilakukan antara 25-30 hari sebelum panen atau 50-60 hari setelah tanam apabila pemeriksaan lapang sebelumnya dinyatakan lulus. Pemeriksaan lapang fase berbunga/generatif sama halnya dengan pemeriksaan sebelumnya baik dalam menentukan jumlah petak contoh maupun dalam penentuan CVL. Sebelum pemeriksaan dilakukan, produsen harus mengajukan surat permohonan 1 minggu sebelumnya, dan disertai bukti kelulusan pemeriksaan lapang sebelumnya. Parameter yang diamati dalam pemeriksaan lapang fase berbunga/generatif adalah tipe malai, leher malai, bentuk dan warna gabah, warna ujung gabah, bulu pada ujung gabah, dan sudut daun bendera.
      5.      Pemerikasaan Lapang Fase Menjelang Panen
Pemerikasaan lapang fase menjelang panen dilakukan setelah pemerikasaan lapang fase generatif/berbunga mendapatkan bukti kelulusan. Tujuan pemerikasaan lapang ini yaitu untuk mengetahui kebenaran varietas pada tanaman dan membandingkan dengan deskripsi varietas tanaman yang dimaksud. Prosedur pemeriksaan lapang fase generatif/berbunga hampir sama dengan pemeriksaan lapang sebelumnya
      6.      Pengambilan Contoh Benih
Contoh benih harus diambil oleh petugas pengambil contoh yang sudah mengikuti latihan dan berpengalaman dalam pengambilan contoh. Petugas harus independen, bebas tekanan komersial serta mengikuti aturan pengambilan contoh yang sudah ditetapkan. Lot benih harus ditata/disusun atau diatur secara baik sehingga setiap wadah mempunyai kemungkinan yang sama untuk diambil contohnya. Contoh primer dengan ukuran yang kira-kira sama seharusnya diambil dari setiap wadah atau dari setiap titik pengambilan., pada wadah tertentu atau tumpukan benih dari lot yang sama.
Apabila benih dikemas dalam wadah, pengambilan contoh harus diacak atau dibuat rencana pengambilan secara sistematis. Pengambilan contoh harus diambil dari bagian atas, tengah, dan bawah, dan tidak hanya dari satu posisi dalam wadah kecuali volume sesuai dengan daftar intensitas pengambilan contoh. Sedangkan untuk benih curah atau wadah yang besar maka pengambilan contoh harus diambil secara acak dari berbagi posisi dan kedalaman.
      7.      Pemeriksaan Alat Panen dan Pengolahan
Alat panen dan unit pengolahan harus dilakukan pemeriksaan untuk menghindari kemungkinan terjadinya percampuran VL (varietas lain). Pemeriksaan yang dilakukan yaitu terhadap kebersihan alat baik dari sisa benih sebelumnya maupun kotoran non benih, serta kelayakan alat untuk proses pengolahan benih. Tempat penyimpanan benih seperti silo, gudang penyimpanan, tata letak penyimpanan benih juga perlu dilakukan pemeriksaan. Tata letak penyimpanan benih harus diatur sedemikian rupa sehingga mempermudah petugas saat pengambilan contoh benih.
C.    Faktor Pembatas berhasilnya Sertifikasi Benih
Selain syarat-syarat yang dapat mendorong program sertifikasi benih mencapai keberhasilan, yaitu beberapa faktor yang sering menjadi pembatas keberhasilannya, dan perlu mendapat perhatian agar tidak menjadi penyebab gagalnya program sertifikasi tersebut. Faktor-faktor tersebut akan diuraikan sebagai berikut (Kartasapoetra, 2003):
      1.      Tanah yang dimiliki petani
Memang sulit kalau para petani yang masing-masing hanya memiliki tanah yang sempit kurang kesepakatannya untuk bersatu, bahu-membahu, memenfaatkan benih-benih unggul yang bersertifikat. Timbulnya kesepakatan merka untuk menggunakan benih-benih yang lebih baik, yang unggul, maka akan tercipta pula kesepakatan di antara mereka untuk mengadakan dan menyediakan benih-benih unggul yang bersertifikat bagi penggunaan yang menyeluruh di lokasi lingkungan usaha taninya. Setelah terjadi kesepakatan demikian, yang pada akhirnya menimbulkan kesadaran untuk menyesuaikan kultur tekniknya yang tradisonal  dengan kultur teknik yang baru, kini para petani menyesal kalau mereka tidak memanfaatkan benih-benih yang bersertifikasi dalam usaha taninya.
Jadi untuk mengatsi faktor pembatas ini (kesadaraan pera petani untuk memanfaatkan benih-benih bersertifikat pada usaha taninya) faktor pembinaan dan penyuluhan dari para petugas pertanian harus ditingkatkan, agar timbul kesadaran dan keyakinan, bahwa benih-benih unggul perlu dipakai dalam usaha tani mereka.
      2.      Fasilitas Fisik
Kurangnya fasilitas-fasilitas ini akn menyebabkan tidak seksamanya pelaksanaan program sertifikasi benih ini. Hal ini hanya dapat diatasi kalau perhatian pemerintah c.q aparat Departeman Pertanian yang berwenang di program ini  memperhatikan tersedianya fasilitas-fasilitas tersebut.
      3.      Tenaga yang terlatih dan terampil.
Masalah ini hanya dapat diatasi dengan lebih diperhatikan dan dikembangkan Balai-balai Latihan Kerja untuk melatih para Pembina/penyuluh pertanian atau sekolah-sekolah kejuruan pertanian, yang dapat membekali para petugas lapangan dengan teori dan praktek di bidang pertanian dalam jangkauan usaha peningkatan usaha tani, dalam rangka pembangunan pertanian.
      4.      Pelaksanaan Tanggung Jawab
Badan yang bertanggung jawab untuk program sertikasi harus ban resmi, dengan kewenangan dan fungsinya ditentukan dengan kekuatan peraturan dan perundang-undangan.



PENUTUP
Sertifikasi benih adalah suatu sistem atau mekanisme pengujian benih berkala untuk mengarahkan, mengendalikan, dan mengorganisasi perbanyakan dan produksi benih. Tujuannya adalah untuk memelihara dan menyediakan benih serta bahan perbanyakan tanaman bermutu tinggi dari varietas berdaya hasil tinggi bagi masyarakat sehingga dapat ditanam dan didistribusikan dengan identitas genetik yang terjamin. Penerimaan manfaat dari sertifikasi benih adalah perkembangan pertanian karena sistem dan program sertifikasi benih yang efektif memungkinkan benih bermutu tinggi tersedia bagi petani.
Syarat-syarat terlaksananya sertifikasi benih yang baik antara lain Permohonan/Pendaftaran Sertifikasi, Sumber Benih, Varietas, Areal Sertifikasi, Isolasi, Pemeriksaan Lapangan, Peralatan Panen dan Perosesing Benih, uji Laboratorium dan Label dan Segel. Adapun kegiatan-kegiatan dalam proses sertifikasi benih yaitu check plot, pemeriksaan lapang pendahuluan, pemeriksaan lapang fase vegetatif, pemeriksaan lapang fase berbunga/generatif, pemeriksaan lapang fase menjelang panen, pengambilan contoh benih, dan pemeriksaan alat panen dan pengolahan. Selain syarat-syarat yang dapat mendorong program sertifikasi benih mencapai keberhasilan, yaitu beberapa faktor yang sering menjadi pembatas keberhasilannya, dan perlu mendapat perhatian agar tidak menjadi penyebab gagalnya program sertifikasi tersebut. Faktor-faktor tersebut adalah Tanah yang dimiliki petani, Fasilitas Fisik, Tenaga yang terlatih dan terampil, Pelaksanaan Tanggung Jawab
 
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2011. Sertifikasi . http://bpsbtphbanten.wordpress.com/sertifikasi/. Diakses pada tanggal 24 Desember 2011.

Kartosapoetra, A. G. 2003. Teknologi Benih. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.

Mugnisjah, W.Q., dan Setiawan, A. 1995. Pengantar Produksi Benih. PT. Raja GrafindoPersada. Jakarta,

Subarudi. 2000. Sistem Sertifikasi Benih dan Bibit Tanaman Kehutanan. Majalah Sylvatropika. Nomor 27. Tahun 2000.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar