Senin, 06 Februari 2017

DUA RIBU TUJUH BELAS

CITA-CITA -- GURU

Waktu telah berjalan dan kini menginjak Tahun 2017.
Sebelumnya saya haturkan puji syukur kepada Allah SWT yang luar biasa menyayangi dan mengatur kehidupan makhlukNya. Hobi musiman menulis telah vakum 2 tahunan. Banyak kejadian yang luar biasa dalam

Minggu, 15 Februari 2015

TO BE THE REAL "MBAREEPPP"

Bismillahirahmannirahimm...
To Be The Real "Mbareppppp"............. (Mbarep adalah sulung)
Dari anak-anak bapak ibu ku. aku lah anak mbarep yang sangat berbeda dari adik2ku. Dalam keluargaku aku adalah mbak yang kata adik ku seriusan dan pemikir. beberapa point utama yang akan saya paparkan to be real "Mbarep".

ingat banget dulu pas masih sekolah bareng2, kala itu pas Ujian bareng aku selalu ngalah untuk waktu belajar. Point pertama  (1) Mengalah, ngemong adine. ya..begitulah. aku mengalah, mendahulukan adikku belajar, baru nanti pas tengah malem jam 00.00 start aku belajar. mengapa bisa begitu?? haha.. itu karena aku tidak bisa konsen belajar saat bersama adik2ku, adik2 ku kalau belajar beehhhhh.. full musik.. tiwas pula aku bilangin "matikan musik" nanti juga bakal diplay lagi ama mereka, dengan alih2 alasan yang cukup rasional "aku ngantuk yo mbak nek sinau sepiiiiiiii" ... ada benarnya. tapi ya gimana..... aku tetap gak bisa masuk kalau belajar pake full musik. masih mending kalau adikku ngplay lagu2 slow, atau musik instrumental, lah ini adikku, bisa dari semua genre musik dirandom play.... dari pop, ngrock sampai koplo dangdut apa itu...-_- hmmm. aku adalah makhluk eksata dan adik2ku makhluk sosial (begitulah sebutan kami saat belajar bareng), cara belajar mereka  sangat berbeda denganku. mereka bisa bersantai sambil denger musik, sedang aku..?? kumet kumet mikir iki entuk rumus ko ngendiiiiiiiiiiiii... secuil kisah : aku belajar fisika, mereka belajar sosiologi,. bayangkan... !! nanti kalau pas tes atau ujian gitu, aku selalu pulang paling akhir diantara mereka. tapi tenang kami sampai rumah tetap bersama kok, secara kan mereka nunggu jemputanku pas pulang sekolah. hahhaa.. mbarep yo tetep ono menang'e. :D

Point kedua to be real "Mbarep"adalah (2) Ing Ngarso sung Tuladha. alias menjadi contoh. aku bukan lah kakak yang baik, tapi sekuat dayaku,  aku berusaha menjadi baik untuk contoh mereka.dan cara menasehati yang baik bagiku bukanlah lantas aku berteriak kali2, adik kamu harus begini, adik kamu jangan begitu. cukup sesekali berkata dan  perbaikan sikapku. ini tidak semudah membalik tempe goreng. tapi aku akan menjalankan peranku dengan sebaik mungkin. memberi contoh yang baik untuk adik2ku.

next point  (3) Menjadi tong sampah untuk mereka. ya begitu. di sini bukan lantas artinya pure aku tong sampah yang mereka buangi sampah kotoran bekas somey atau plastik jajan lo ya. aku lah tong sampah uneg2 mereka. aku menyiapkan diriku menerima buangan segala uneg2 mereka. suka, gembira, sedih dkk.

point penutup. (4) tidak mengeluh. sebenarnya point ini adalah adalah point umum. bukan hanya untuk menjadi the real mbarep. tapi juga untuk menjadi pribadi super seperti kata pak mario teguh.  dengan tidak mengeluh didepan adikku, maka adik2ku akan banyak senyum. :). ini adalah alasan utamaku tidak mengeluh di depan adik2ku. ini juga merupakan cara mengajarkan syukur kepada adik2ku atas nikmat2 Tuhan yang luar biasa tak terhingga. 




penutup :
aku jauh dari sempurna. aku juga jelas belum menjadi kakak yang baik. tapi aku akan menjalankan peranku dari Tuhan untuk menjadi kakak sebaik mungkin. I love my sisters because Allah SWT.  

Senin, 08 Desember 2014

JANGANLAH KITA MENCELA MAKANAN ..

Dari Abu Hurairah r.a beliau mengatakan,
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sama sekali tidak pernah mencela makanan. Jika beliau menyukai satu makanan, maka beliau memakannya. Jika beliau tidak suka, maka beliau meninggalkannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Mencela makanan adalah ketika seseorang menikmati hidangan yang disajikan lalu ia mengomentari makanan tersebut dengan mengucapkan terlalu asin, kurang asin, lembek, terlalu keras, tidak matang dan lain sebagainya.
Hikmah dari larangan ini adalah: karena makanan adalah ciptaan Allah sehingga tidak boleh dicela. Disamping itu, mencela makanan menyebabkan orang yang membuat dan menyajikannya menjadi kecil hati , atau tersinggung . Ia sudah berusaha menyiapkan hidangan dengan sebaik mungkin, namun ternyata hanya mendapatkan celaan.
Syekh Muhammad Sholeh al-Utsaimin mengatakan,
“Tha’am (yang sering diartikan dengan makanan) adalah segala sesuatu yang dinikmati rasanya, baik berupa makanan ataupun minuman. Sepantasnya jika kita diberi suguhan berupa makanan hendaknya kita menyadari betapa besar nikmat yang telah Allah berikan dengan mempermudah kita untuk mendapatkannya, bersyukur kepada Allah karena mendapatkan nikmat tersebut dan tidak mencelanya. Jika makanan tersebut enak dan terasa menggiurkan, maka hendaklah kita makan.
Namun jika tidak demikian, maka tidak perlu kita makan dan kita tidak perlu mencelanya.

Berhati Burung (Tawakal)

Mencari rezeki merupakan keniscayaan bagi makhluk yang bernyawa. Allah SWT telah menyediakan bermacam sarana agar rezeki itu mudah didapatkan. Rezeki bahkan tidak hanya disediakan bagi orang yang beriman, tetapi juga untuk mereka yang tak beriman. Khusus bagi hamba yang beriman, Allah mengingatkan bahwa mencari bagian duniawi tidak boleh dilupakan, meskipun keukhrawian harus lebih diprioritaskan.

Dalam mencari rezeki, seorang Muslim tidak hanya dituntut untuk serius dalam bekerja, tetapi juga diajarkan untuk memiliki energi ketawakalan dalam semua aktivitasnya. Tawakal sering kali dipahami sebagai kepasrahan total kepada Allah, yang seolah menafikan usaha. Padahal, ketawakalan sejatinya merupakan sifat hati sebagai bagian keyakinan seorang mukmin bahwa rezekinya sudah ada yang mengatur.

Sikap tawakal akan membuat seseorang tidak ngoyo dan mabuk harta dalam mencari rezeki. Ketawakalan juga yang membuat seseorang menyadari bahwa bila rezekinya susah didapat, berarti Allah sedang menyiapkan takdir lain yang lebih baik untuknya.

Namun, bila rezeki itu dimudahkan, kemudahan itu diyakininya atas anugerah Allah, sehingga dia bersyukur atas karunia itu, bukan malah kufur. Sebab, salah satu ciri tawakal adalah kesiapan jiwa dalam menerima seberapa pun rezeki yang didapat, apakah itu sedikit ataupun banyak.

Nabi Muhammad SAW mengajarkan agar seorang mukmin memiliki sikap ketawakalan seperti yang dipunyai seekor burung. “Andai kata kalian benar-benar bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan memberi kalian rezeki sebagaimana Dia memberi rezeki kepada burung, yaitu keluar dengan perut kosong di pagi hari dan kembali dengan perut kenyang di sore hari.” (HR Tirmidzi).

Nabi juga menjadikan “berhati burung” sebagai salah satu syarat untuk bisa masuk surga. “Akan masuk surga orang-orang yang berhati seperti burung.” (HR Muslim).

Pemilihan burung sebagai tamsil pada kedua hadis tersebut, tentu bukan tanpa alasan. Ternyata, berdasarkan penelitian para ahli, untuk mendapatkan rezekinya hewan ini diketahui harus melakukan migrasi hingga ribuan mil.

Namun, semua itu dilakukan dengan efektif dan efisien. Hewan ini mampu mengalkulasi berapa energi yang diperlukan, bagaimana melakukan penerbangan yang aman, berapa jarak tempuh dan jumlah bahan bakar yang harus disediakan, juga bagaimana kondisi cuaca di udara. Ia yakin hari itu pasti ada rezeki untuknya, meskipun harus dicari hingga ke tempat yang sangat jauh. Setelah mendapatkannya, ia pun tidak lupa untuk kembali ke sarangnya.

“Saat kamu bertekad (melakukan sesuatu) maka bertawakallah pada Allah.” (QS Ali Imran [3]: 159). Allah SWT pula yang menjamin rezeki orang yang bertawakal. “Orang yang bertawakal kepada Allah akan dicukupkan rezekinya.” (QS Al-Thalaq [65]: 3).

Selaras dengan perintah Allah itu, Nabi diketahui mempraktikkan ketawakalan dalam kehidupan sehari-harinya. Nabi SAW bekerja, lantaran bekerja merupakan sunahnya.

NB : Tulisan ini mebuat saya menjadi lebih optimis.. bismillah..

sumber : republika.co.id, Oleh Moch Syarif Hidayatullah

Rabu, 01 Januari 2014

Menanti Jawab-Nya Jilid 3 (Khuznuzon kepada Allah)


Khusnuzon kepada Allah 

Ya, saya berusaha khusnuzon kepada Allah. apapun yang terjadi. Jujur saya menanti jawaban atas doa2 saya atas masalah ini yang memang belum Allah kendaki bahkan ada yang tak di'acc. Lantas apakah terus berhenti berdoa dan endingnya mengeluh?? karena doa yang tak di acc sedang masalah bertubi tubi dikucurkan?? Astagfirllah.. Mohon ampun lagi. Jangan sampai mengeluh (Pelajaran Jilid 2). Orang mau naik kelas pakai tes/ Ujian dulu. Begitu juga dengan hidup, Allah mau menaikkan level derajat hidup manusia ya pakai ujian. Tertanam dalam diri saya, doa itu pasti terkabul. Cuma cara Allah mengabulkan itu diatur sedemikian rupa untuk kebaikan kita. Bukan doa kita tidak dikabulkan (BUKAN!!) tapi Allah memiliki rencana lebih indah dari pada rencana kita.