Dari Abu Hurairah r.a beliau mengatakan,
“Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam sama sekali tidak pernah mencela makanan. Jika beliau
menyukai satu makanan, maka beliau memakannya. Jika beliau tidak suka,
maka beliau meninggalkannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Mencela
makanan adalah ketika seseorang menikmati hidangan yang disajikan lalu
ia mengomentari makanan tersebut dengan mengucapkan terlalu asin, kurang
asin, lembek, terlalu keras, tidak matang dan lain sebagainya.
Hikmah dari larangan ini adalah: karena makanan adalah ciptaan Allah
sehingga tidak boleh dicela. Disamping itu, mencela makanan menyebabkan
orang yang membuat dan menyajikannya menjadi kecil hati , atau
tersinggung . Ia sudah berusaha menyiapkan hidangan dengan sebaik
mungkin, namun ternyata hanya mendapatkan celaan.
Syekh Muhammad Sholeh al-Utsaimin mengatakan,
“Tha’am (yang sering diartikan dengan makanan) adalah segala sesuatu
yang dinikmati rasanya, baik berupa makanan ataupun minuman. Sepantasnya
jika kita diberi suguhan berupa makanan hendaknya kita menyadari betapa
besar nikmat yang telah Allah berikan dengan mempermudah kita untuk
mendapatkannya, bersyukur kepada Allah karena mendapatkan nikmat
tersebut dan tidak mencelanya. Jika makanan tersebut enak dan terasa
menggiurkan, maka hendaklah kita makan.
Namun jika tidak demikian, maka tidak perlu kita makan dan kita tidak perlu mencelanya.