PENDAHULUAN
Tentang riwayat
sertifikasi benih ini menurut COPELAND
(vide “Principles Of Seed Sciences and Technology”, 1997) bermula dengan
dibentuknya di Swedia yaitu perkumpulan yang disebut Sweedisch Associate (tahun
1888). Tujuan perkumpulan ini untuk memproduksi dan mengembangkan benih-benih
tanaman dengan mutu yang baik bagi pemakaian di Negara tersebut. Kemudian
ditingkatkan bagi pemakaian di beberapa Negara lainnya. Kenyataan adanya usaha
demikaian di Negara tersebut melahirkan : (a) Balai Penelitian Seleksi Tanaman,
(b) Organisasi Penyebaran Benih, serta (c) Balai Pengujian Benih, yang
selanjutnya terjadi suatu penggabungan dan melahirkan program Sertifikasi
Benih.
Di Indonesia, pada
zaman pemerintah Hindia Belanda tahun 1920 telah mulai adanya perhatian
terhadap soal perbenihan dan meningkatkan perbaikan cara-cara bercocok tanam
usaha-usahanya diarahkan kepada pengadaan benih yang kemudian di ikuti dengan
pendirian lumbung-lumbung benih untuk menyediakan benih bagi para petani. Pada tahun
1930 kegiatannya meningkat yaitu dengan dibangunnya balai benih (khususnya di
Jawa). Balai Benih ini berfungsi sebagai sumber benih yang agak lebih baik
mutunya dan secara terus-menerus dapat memenuhi kebutuhan para petani. Suatu
cara yang sangat disayangkan ketika itu ialah tentang pendistribusiannya
tertuju pada basis yang tidak efisien, sehingga terjadi kontaminasi yang terasa
kurang manfaatnya. Sebab sebagian besar
para petani yang produkstif tidak mendapatkannya.